Jumat, 17 Oktober 2008

...KAMPUS BUTUH SIKAP BUKAN WARNA

Membedah Makna Pendidikan Politik Atau Politik Pendidikan


Masih Ingat dengan matakuliah Politik Pendidikan Islam..?? Bagi rekan rekanita sospol tentunya tidak asing lagi dengan matakuliah yang katanya sulit dipahami bahasa dan orientasinya mau dikemanakan. Yach, barangkali daya tangkap intelektualitas mahasiswa belum terkonstruk matang untuk menangkap orientasi dan bahasa yang agak sedikit banyak bernuansa politis. Atau justru dosen pengampunya yang belum bisa beradaptasai dan menyadari dengan minimnya kapasitas mahasiswanya. Tapi yang jelas penulis hanya ingin membedah makna Politik Pendidikan atau Pendidikan Politik beserta dampaknya dalam percaturan politik kampus.
A.Bedah Makna
Politik Pendidikan; Mengajarkan bagaimana pendidikan dipolitisir. Pendidikan Politik; Mengajarkan tentang bagaimana seni berpolitik dalam perspektif pendidikan
B.Dampak Pemahaman Politik Pendidikan
Perseteruan warna, jual beli baju dan penandasan simbol-simbol ideologi sempalan pemahaman keagamaan tertentu menjadi sesuatu yang dijagokan rame-rame untuk bertarung digelanggang dunia pendidikan. Pos-pos terpenting dan strategis dalam lembaga pendidikan menjadi bidikkan untuk menguatkan basis ideologi dan merapatkan barisan primordial. Perkawinan komunitas yang memiliki kesamaan dan arenedan Jika mahasiswa dijejali pemahamanan pemahamannya demikian maka
C.Mestinya

Bersikap Cerdas, BUKAN AJANG LELANG IDEOLOGI
”Yang tidak Aswaja tidak masuk sorga... Bid'ah tuch, dlolalah finnar...”. Komat kamit dan teriakan seperti itulah yang sering dijadikan lagu wajib dan mantra sakti dalam ritual pemilu raya BEM Kampus dari tahun ketahun. Bantah membantah, jegal menjegal, hujat menghujat dan tudingan demi tudingan miring hingga kutuk mengutuk, menjadi menu pokok dalam mewarnai politik kampus. Dan lagi-lagi wacana yang selalu digulirkan adalah wacana idiologi. Wacana idiologi dan paradigma tradisional selalu menjadi tombak aji pamungkas mandraguna untuk menggilas rival dan mengusung diri atas nama agama dan perubahan. Begitulah warisan para leluhur kampus men-”syariatkan” secara turun temurun kepada penganutnya.
Mestinya, mahasiswa yang dianggap oleh sebagaian masyarakat sebagai kaum pikir yang memiliki ketajaman pisau analisis dan agent social of change, harus menampakan diri dalam bentuk sikap yang berbasis intelektual dan profesional. Termasuk dalam konteks suksesi pemilu raya BEM Kampus-pun, mestinya grand issue yang diledakan dalam civitas akademika adalah wacana-wacana intelektual dan profesioanal dan bukan lagi warna maupun simbol keagamaan. Kampus bukan ajang untuk mengukuhkan sempalan pemahaman agama tertentu. Tidak laku jual karena bukan eranya lagi, hijau dan biru dipasarkan dan dijejalkan pada mahasiswa. Mahasiswa sekarang sudah semakin cerdas dan kritis untuk membaca sosok figur yang punya harga tawar tinggi dan layak membawa kamupus kedepan lebih baik. Penulis berharap; sukseskan pemilu raya dengan cantik dan sehat tanpa intimidasi dan pembonsaian pikir mahasiswa dengan dalih agama. Gagaslah kultur kampus dengan berbasis intelektual dan profesional. Jangan warnai sakralitas suksesi Pemilu Raya BEM Kampus oleh warna hijau dan biru maupun pelangi, karena ini bukan lomba mewarnai anak TK. Mestinya dosen beserta birokrasinya bersikap tawazun dan tawasuth tanpa melakukan interfensi politik kampus mahasiswa bahkan ”tajalli” .

Menggagas Kultur Akademis Berbasis Intelektual

Barangakli menjadi satu kebanggan bagi para pelajar tingkat SLTA ketika hari pertamakalinya menyandang jubah kebesaran dari ‘siswa’ menjadi “Mahasiswa”. Sah-sah saja karena mahasiswa dengan segala atribut kebesarannya masih dianggap oleh masyarakat sebagai pelajar tingkat tinggi yang cakap dan diyakini mampu diandalkan menjadi basis perubahan dipos-pos terpenting dimasyarakat.
Mahasiswa selalu diidentikan sebagai pelajar yang memiliki intelektul dan pisau analisis yang tajam, sehingga sejarah dibedah tentang bagaimana keterlibatan mahasiswa jaman Presiden Soekarno hingga rezim Bapak Presiden Soeharto, mahasiswa selau menjadi agen pembawa perubahan. Pendeknya, mahasiswa dengan segala potensi yang dimilikinya merupakan kaum intelektual yang diharapkan mampu memiliki peran dan kontribusi nyata dimasyarakat.
Mengapa selalu mahasiswa, bukan santri pondok pesantren yang dianggap cakap untuk membawa perubahan positif..?? Barangkali karena santri masih disimbolkan sebagai kaum “sandal jepit dan sarung berpeci” yang eksklusif (tertutup) untuk aktif terlibat mengambil peran dimasyarakat selain cukup ngajar ngaji dan sembahyang. Meskipun pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia bahkan Internasional.

Kultus Segi Tiga Emas

Kultur kampus yang seharusnya menjadi basis aktifitas pikir mahasiswa tidak berlebihan jika seharusnya diwarnai suasana akademis religius oleh mahasiswanya seperti membumikan kultur kelompok-kelompok diskusi, optimalisasi perpustakaan, dan etika berbusana serta pergaulan yang mencerminkan lebel Islam.
Fenomena mahasiswa Gunadarma masih terkukung dalam ritual pengkultusan (pendewaan) terhadap Segi Tiga Emas Kampus, yakni : kost, kantin dan ruang kuliah. Mereka sudah merasa cukup dengan materi-materi perkuliahan yang didapat dari dosen, padahal kualitas mahasiswa amat ditentukan oleh bagaimana semangat mereka terlibat pencarian materi-materi
diluar ruang kuliah dengan dosen. Sementara waktu mereka banyak dihabiskan untuk mejeng dikantin dengan sebotol coca cola ditemani gandengannya sambil membuka obrolan yang tidak nyambung dengan obrolan seorang yang katanya “Intelek”

Menggagasan Mahasiswa yang Berkualitas

Kualitas mahasiwa tidak sekedar diukur oleh wujud angka hitam diatas putih (Indeks Prestasi) atau cukup duduk manis mendengarkan ceramah dosen diruang kuliah. Akan tetapi standar kualitas mahasiswa dapat diupayakan dengan : pertama bagaimana ia memiliki tingkat intelektual untuk berusaha menguasai kurikulum yang disuguhkan oleh pihak akademik dengan aktif mengikuti jalannya perkuliahan secara tertib. Kedua Sikap mengindahkan Kode Etik Mahasiswa sebagai bentuk implikasi (pengaruh) dan ukuran keberhasilan atas materi-materi yang menjadi menu pokok kajian mahasiswa.
Ketiga Bagaimana ia mampu mengoptimalkan sarana-sarana perkuliayah seperti Perpustakaan, pemberdayaan ruang-ruang diskusi dan peran aktif dalam UKM serta terlibat aktif berperan ganda dalam organisasi ektra. Keempat bagaimana ia mengumpulkan prestasi kepekaan sosial dengan mengambil peran ganda dimasyarakat sebagai sarana mempraktekan teori-teori perkuliahan yang diperoleh dari ruang kuliah, seminar, diskusi, maupun hasil bacaan diperpustakaan.

Nah jika kita sederhanakan sosok mahasiswa yang berkualitas adalah mereka yang mampu menguasai Kurikulum Mikro yakni bagaiman mereka bisa memaksimalkan peran intelektual dalam menyerap kurikulum yang disuguhkan oleh pihak akademik dan Kurikulum Makro yaitu bagaiman mereka punya peran ganda masyarakat dengan sikap layaknya mahasiswa Islam.
Penulis sadar bahwa tulisan ini jauh dari sempurana, oleh karena itu semoga tulisan yang singkat ini mampu menggugah kesadaran kawan-kawan mahasiswa baru untuk lebih semangat mencari ilmu dengan meluruskan niat “Tolabul ‘ilmi”. Wallahu a’lam..
By, Kai Pranata

Selasa, 23 September 2008

KEPEPEMIMPINAN EFEKTIF HMI; DIANTARA IDE DAN TEMATIS

MAKALAH DISAMPAIKAN DALAM LK 2 (INTERMEDIATE TRAINING) HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG PEKALONGAN

BAB I

PENDAHULUAN

Mengapa HMI masih terasa jalan di tempat? Inilah pertanyaan yang sering keluar dari adik – adik sebagai kader yang baru menyelesaikan Latihan Kader I ( LK I ) Basic Training. Maklum saja, mungkin ada perubahan nilai yang dia rasakan. Sewaktu pertama kali diiming-imingi HMI seperti ini, HMI seperti itu. Tetapi pada kenyataannya HMI tidak seperti ini dan itu yang diharapkannya.

Mengutip pernyataan John Adair ” Ketika genderang perang bertabuh maka sang prajurit akan melangkahkan kaki kemana irama yang merdu di telinganya ”. Seperti itu pula yang terjadi di tubuh HMI saat ini. Kader – kader muda tak lebih hanyalah segerombolan domba – domba tersesat yang diarahkan menuju kandang senior.

Wacana kepemimpinan di HMI hari ini terus menjadi perbincangan bagi kadernya sendiri. Mungkin problematikanya bahwa gerakan dalam dinamika kepemimpinan organisasi malah menjadikan tidak hanya sekedar objek perbincangan, tetapi seakan menjadi magnet diskursus intelektual tersendiri yang terus menjadi minat kajian tentang kepemimpinan politik dalam skala level. Sehingga kepemimpinan kader seakan seperti pemuda yang menjadi wacana politik kontemporer ke-Indonesiaan dan juga jadi kajian konstekstual yang aktual dan akan terus didiskusikan, seiring dengan proses pergeseran perkembangan generasi ke generasi.

Meskipun patut diakui juga bahwa, begitu banyak argumentasi yang jadi penyebab mengapa kepemimpinan organisasi dalam dinamika klasik dan kontemporer terus akan menjadi perbincangan, atau setidaknya akan masuk ke dalam klasifikasi kajian yang tidak saja berdimensi ilmiah historis, tetapi merambah ke wilayah sosio-filosofis.[1]

Memperhatikan dan mencermati perkembangan dan pembahasan kepemimpinan nasional dapat kita lihat ada sebuah legitimasi tersendiri di dalamnya. Dalam tipologi yang dibuat Max Weber, kepemimpinan nasional Indonesia terbagi tiga yaitu legitimasi tradisional, legitimasi kharismatis, dan legitimasi rasional[2].

Legitimasi tradisional bukanlah ungkapan peyoratif. Meskipun perwujudan yang sempurna dari legitimasi tradisional terlihat seperti sistem kerajaan. Lain lagi dengan legitimasi kharismatis yang menjadikan seseorang pemimpin karena pembawaan, bakat, dan keunggulan – keunggulan istimewa pada dirinya. Daya pikat dan pesona yang memancar dari sifat dan pembawaannya menjadi modal terpenting yang menarik orang – orang yang mengitari dirinya dan mengakui kepemimpinannya. Sementara dalam legitimasi rasional, seseorang diakui sebagai pemimpin berkat kecakapannya dalam bekerja dan mengatasi persoalan dan juga berkat hasil kerjanya yang didukung oleh cara, metode, sistem, dan prosedur yang rapi dan baku.

Suatu pergeseran penting dalam kepemimpinan hari ini salah satunya barangkali didorong oleh proses globalisasi sehingga pun serta merta merubah kedudukan suatu lembaga atau institusi menjadi semata – mata fungsi atau peran. Begitu pula ditubuh kepemimpinan HMI.

Untuk menjawab rangkaian pertanyaan itu begitu banyak kritikan dan saran. Meskipun tetap saja kepemimpinan tersebut stagnan. Dinamika organisasi sebagai proses pengembangan kader jauh tergeser nilainya. Akankah suatu teori baru yang akan tercetuskan sebagai langkah yang bersifat solutif terhadap degradasi kepemimpinan tersebut. Hingga menjadikan satu pola manajemen kepemimpinan yang efektif?

BAB II

PEMBAHASAN

A. KADERISASI DAN KEPEMIMPINAN HMI

Himpunan Mahasiswa Islam merupakan sebuah organisasi kader. Begitu jelas tertera dalam Pasal 8 AD/ART HMI. Terlihat dalam tubuh organisasi ini kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pimpinan, dan sebagai benteng organisasi. Secara kualitatif kader merupakan insan yang memiliki mutu, kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih besar dari pada anggota biasa. Kader adalah tenaga penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Mampu melaksanakan program perjuangan secara konsekuen disetiap waktu, situasi, dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum. Pendidikan kader harus dilaksanakan secara terus menerus dan teratur, rapi dan berencana, yang diatur dalam pedoman perkaderan[3].

Sehingga setidaknya terdapat tiga ciri yang terintegrasi dalam diri seorang kader. Pertama, bergerak dan terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan main organisasi seperti Nilai dasar Perjuangan dalam pemahaman integralistik dengan Pancasila maupun UUD 1945, dari segi operasional organisasi kader mengenal AD/ART HMI, pedoman perkaderan dan ketentuan lainnya. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bakat dan kualitas sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar. Jadi, fokus seorang kader terletak pada kualitas. Kader HMI adalah anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga memiliki integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal saleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara[4].

Berarti, kegiatan HMI adalah merupakan pendidikan kader dengan sasaran anggota – anggota HMI dalam hal :

a) Watak dan kepribadiannya, yaitu pemberian kesadaran beragama. Berarti menjelmakan seorang individu yang beriman, berakhlak luhur, memiliki watak yang autentik serta memiliki pengabdian yang paling hakiki.

b) Kemampuan ilmiah, yaitu membina seseorang hingga memiliki pengetahuan (knowledge) serta kecerdasan (intelectuality) dan kebijaksanaan (wisdom).

c) Keterampilannya, yaitu kepandaian menterjemahkan ide dan pikiran dalam praktek[5].

Untuk menjawab masalah kualitas tergambar dengan jelas dalam Tafsir Tujuan AD/ART HMI[6] sebagai penjabaran dari tujuan :

a) Kualitas Insan Akademis

· Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, objektif, dan kritis.

· Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran.

· Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip – prinsip perkembangan.

b) Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta

· Sanggup melihat kemungkinan – kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk – bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang telah ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.

· Bersifat independen dan terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap yang demikian potensi, kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah – indah.

· Dengan ditopang kemampuan akademisnya dia mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.

c) Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi

· Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk sesama ummat.

· Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.

· Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang bersungguh – sungguh mewujudkan cita – cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.

d) Kualitas Insan yang Bernafaskan Islam: Insan Akademis,Pencipta dan Pengabdi yang bernafaskan Islam

· Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai – nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapasi dan menjiwai karyanya.

· Ajaran Islam telah berhasil membentuk ” unity personality ” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk kepribadiannya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim. Insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan ummat Islam Indonesia dan sebaliknya.

e) Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur diridhoi Allah SWT:

· Insan akdemis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur diridhoi Allah SWT.

· Berwatak sanggup memikul akibat – akibat yang dari perbuatannya sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.

· Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.

· Rasa tanggung jawab, takwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

· Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

· Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai ” khalifah fil ard ” yang harus melaksanakan tugas – tugas kemanusiaan.

Pada pokoknya insan cita HMI merupakan ” Man of future ” insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita – citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Ideal tipe dari hasil perkadera HMI adalah ” man of inovator ” (duta – duta pembaharu). Penyuara ”Ide of progress” insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allh SWT atau insan kamil ( memiliki kualitas yang maksimal )[7].

Lima kualitas insan cita HMI sebagai kelompok intelegensia atau intelektual kader HMI, dapat digambarkan dengan : a)tipe konseptor, b)tipe solidarity maker, c)tipe problem solving, d)tipe administrator atau pelaksana, e)tipe negarawan[8].

Penjelasan tersebut di atas merupakan kunci pokok tentang kepemimpinan HMI yang telah diwariskan turun temurun. Namun ada generalisasi nilai didalamnya sehingga terjadi ketimpangan manajemen pengelolaan organisasi.

B. PERSOALAN HMI PERSFEKTIF IDE DAN TEMATIS

Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang perduli pada kepentingan orang lain, kepentingan lingkungannya.

Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, kepentingan lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan. Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab.

Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untuk menegakkan etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang.

Ketiga, masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan[9].

Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kelak di kemudian hari. Sehingga sangat pula terasa dalam tubuh HMI bahwa semua gagasan ataupun model peningkatan mutu kepemimpinan kader hanyalah bersifat ide dan tematis[10]. Apa yang dibutuhkan seorang Pemimpin ?

C. DESKRIPSI TENTANG KEPEMIMPINAN ORGANISASI

Leadership is capatibilty of persuading others to work together undertheir direction as a team to accomplish certain designated objectives (kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu.

Deskripsi tentang Organisasi :

  1. Kesatuan rasional dalam mengejar tujuan. Organisasi ada untuk mencapai tujuan, dan perilaku para anggota organisasi dapat dijelaskan sebagai pengejaran rasional terhadap tujuan tersebut.
  2. Kontrak sosial. Organisasi terdiri dari sejumlah persetujuan yang tidak tertulis dimana para anggota melakukan perbuatan tertentu dan untuk itu mereka mendapatkan imbalan.
  3. Penjara Psikhis. Organisasi menghambat para anggota dengan membuat uraian pekerjaan, departemen, divisi, dan perilaku standar yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Pada saat hal tersebut diterima, maka dengan sendirinya hal itu akan menjadi penghalang artificial yang membatasi pikiran.
  4. Sistem yang digabungkan secara longgar. Organisasi terdiri dari unit-unit yang relatif berdiri sendiri dapat mengejar tujuan yang tidak sama atau bahkan bertentangan.
  5. Unit pemrosesan informasi. Organisasi menafsirkan lingkungannya, mengkoordinasikan aktifitas, dan memudahkan pengambilan keputusan dengan memproses informasi secara horizontal dan vertikal melalui sebuah struktur hirarki
  6. Sistem yang memproduksi arti. Organisasi adalah adalah kesatuan yang diciptakan secara artificial. Tujuannya dan maksudnya diciptakan secara simbolis dan dipertahankan oleh manajemen.
  7. Sistem terbuka. Organisasi adalah sistim transformasi masukan dan keluaran yang bergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.
  8. Koalisi dari pendukung (konstituen) yang kuat. Organisasi terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-masing mencoba untuk memuaskan kepentingan sendiri. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan kekuasaan mereka untuk mempengaruhi distribusi sumber daya dalam organisasi.
  9. Sistem politik. Organisasi terdiri dari pendukung internal yang mencoba mendapatkan kontrol dalam proses pengambilan keputusan agar dapat memperbaiki posisi mereka.
  10. Alat Dominasi. Organisasi menempatkan para anggotanya kedalam “kotak-kotak” pekerjaan yang menghambat apa yang dapat mereka lakukan dan individu yang dengannya mereka dapat berinteraksi. Selain itu mereka diberi atasan yang mempunyai kekuasaan terhadap mereka[11].

Organisasi adalah :

Suatu kesatuan atau (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan batasan keanggotaan yang dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar keterikatan dan terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.

Dikoordinasikan secara sadar

Suatu organisasi haruslah memiliki pola pengaturan (manajemen) yang baik

Kesatuan sosial

Terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain

Karena organisasi merupakan kesatuan sosial, maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk mengurangi/meminimalkan “redundancy (pemborosan)” dan juga memastikan bahwa tugas-tugas yang kritis telah diselesaikan.

Batasan keanggotaan yang dapat diidentifikasi

Batasan dapat berubah dalam kurun waktu tertentu dan tidak selalu jelas, namun sebuah batasan yang nyata harus ada agar kita dapat membedakan antara anggota dan bukan anggota. Batasan dapat dicapai melalui perjanjian yang eksplisit atau implisit antara anggota dan organisasinya.

Contoh : Dalam hubungan kepegawaian terdapat perjanjian implisit dimana pekerjaan ditukarkan dengan upah. Pada organisasi sosial, para anggota memberikan kontribusinya dengan imbalan prestise, interaksi sosial atau kepuasan diri (dalam membantu orang lain). Yang niscaya adalah setiap organisasi memiliki batasan yang membedakan antara siapa yang menjadi anggota dan siapa yang bukan anggota.

Keterikatan yang terus-menerus

Rasa keterikatan tidaklah identik dengan keanggotaan seumur hidup, melainkan ia bermakna sebuah organisasi haruslah fleksibel dalam mensikapi ritme kerja anggotanya. Organisasi harus berupaya memberikan keleluasaan waktu bahkan dalam kondisi ekstrim sekalipun, sepanjang hal ini dapat memberi jaminan kontribusi positif dan penumbuhan “ownership (kepemilikan)” anggota.

Contoh :Seorang tenaga penjualan yang menerima kompensasi dari penjualannya mungkin membutuhkan waktu kerja 8 jam sehari dan 6 hari sepekan untuk dapat mengejar target penjualan yang dibuatnya.

Seorang anggota organisasi sosial mungkin hanya perlu hadir dalam beberapa pertemuan dalam setahun, namun membayar kontribusi tahunannya secara rutin.

Bagaimana memandang cara kerja suatu organisasi ? mungkin kita bisa menggunakan persfektif sistem.

Sistem adalah :

Kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung yang diatur sedemikian rupa hingga menghasilkan suatu kesatuan yang sinergi

Perspektif Sistem adalah :

Cara pandang atau pandangan penting mengenai cara kerja sebuah organisasi

Pentingnya Perspektif SISTEM

  1. Memberikan kesempatan untuk melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan (as a whole) dengan bagian yang saling bergantung satu sama lain (sub-sistem).
  2. Mencegah, atau paling tidak menghalangi pimpinan untuk melihat pekerjaan mereka sebagai pengelolaan yang statis dan elemen yang terisolasi dari suatu organisasi.
  3. Mendorong pimpinan untuk mengidentifikasi dan mengerti lingkungan tempat bekerja mereka dan akhirnya
  4. Mengarahkan perhatian pimpinan kepada alternatif masukan dan proses untuk mecapai tujuan mereka

ada dua jenis system yang biasanya digunkan dalam menilai keefektifan organisasi, yaitu system tertutup dan system terbuka.

Sistem Tertutup

Pemikiran ini memandang sistem sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri.

Karakter yang dominan dari sistem ini adalah ia mengabaikan efek lingkungan terhadap dirinya

Bersifat idealis ketimbang praktis

Sistem Terbuka


Mengakui interaksi-interaksi yang dinamis dari sistem tersebut dengan lingkungannya




Kepekaan terhadap lingkungan

Umpan Balik / Cyclical Character• Negative Entropy

Steady State (posisi mantap)

Gerakan ke arah Pertumbuhan dan Ekspansi

Keseimbangan antara mempertahankan dan menyesuaikan aktifitas

Equifinality (beberapa cara untuk mencapai tujuan)











I. Tahapan Kewiraswastaan

Ciri-Cirinya :

  1. Organisasi berada pada masa pertumbuhan
  2. Tujuan cenderung berganda (ambiguous)
  3. Kreatifitas tinggi
  4. Kemajuan pada tahap berikut menuntut agar diperoleh dan dipertahankan pasokan sumber secara teratur

II. Tahapan Kebersamaan

Ciri-Cirinya :

  1. Melanjutkan inovasi dari tahap sebelumnya
  2. Misi organisasi telah lebih jelas
  3. Komunikasi dan struktur organisasi pada dasarnya tetap informal
  4. Para anggota bekerja keras dan memiliki komitmen yang tinggi

III a. Tahapan Formalisasi & Kontrol

Ciri-Cirinya :

  1. Struktur organisasi telah mantap
  2. Peraturan dan prosedur formal dipaksakan
  3. Inovasi kurang ditekankan
  4. Penekanan pada efisiensi dan stabilitas
  5. Pengambil keputusan memegang kekuasaan
  6. Keputusan bersifat konserfatif
  7. Kepergian anggota bukan ancaman bagi organisasi

III b. Tahapan Perluasan Struktur

Ciri-Cirinya :

  1. Deversivikasi produk atau jasa
  2. Manajemen mencari produk baru dan peluang untuk tumbuh
  3. Struktur organisasi menjadi lebih kompleks
  4. Desentralisasi pengambilan keputusan

IV. Tahapan Kemunduran

Ciri-Cirinya :

  1. Pasar yang mengecil
  2. Manajemen mencari jalan untuk mempertahankan pasar dan mencari peluang baru
  3. Turn over tinggi
  4. Konflik internal meningkat
  5. Orang baru memegang jabatan tinggi
  6. Sentralisasi pengambilan keputusan

Yang penting bagi efektifitas sebuah organisasi adalah “Kelangsungan Hidup”.

Jika ada sesuatu yang dicari oleh sebuah organisasi untuk dikerjakan, maka itu adalah upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

D. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

Pribadi Muhammad :

  1. salimul Aqidah
  2. shahihul Ibadah
  3. Matinul Khuluq
  4. Qadirun alal Kasbi
  5. Mussaqqaful Fikri
  6. Qawiyul Jism
  7. Mujahid Lin Nafsi
  8. Munadzam fi Syu'uunihi
  9. Haritsun ala Waktihi
  10. Nafi'un li Ghairihi

Fungsi seorang pemimpin :

  1. motivator
  2. fasilitator
  3. katalisator
  4. kontributor
  5. akselerator

syarat pemimpin yang efektif :

  1. berjiwa seorang pendidik ( Murabbi )

ü pembentukan ( at-Takwin )

ü Independensi ( Al Isttiqlaaliyah )

ü Kontinuitas dan Konsistensi

  1. berjiwa pengajar ( Mu'allim )

- tujuan – tujuan pengajaran

- sarana pencapaian tujuan

ü kecintaan pada pekerjaan

ü rasa bertanggung jawab

ü jiwa berjamaah

  1. berjiwa organisator ( Munazhizhim )

ü komunikasi

ü instruksi tugas

ü pengangkatan

Karakteristik pemimpin yang efektif :

  1. Yakin Akan Tugasnya
    1. Memiliki Sasaran yang Jelas dan Mampu Melaksanakan
    2. Tenang dan Mampu Menahan Diri
    3. Bertanggung Jawab
  2. Mengenali Staf dan Anggotanya
  3. Cekatan (Al Mubaadarah) & Penuh Inovasi (Al Ibdaa’I)
  4. Memberikan Keteladanan dan Contoh
    1. Jadilah Orang yang Disiplin
    2. Bersikaplah Proaktif
    3. Bersikaplah Tawadhu (Rendah Hati)
    4. Bersikaplah Realistis
    5. Bersikaplah Lemah Lembut

Kekuatan dasar Kepemimpinan :

  1. spiritual
  2. emotional
  3. intelektual
  4. physical

prinsip kepemimpinan :

  1. Musyawarah
  2. Kebebasan Berfikir
  3. Adil

Sumber pengaruh :

Position Power

Personal Power

1. Coercive / Paksaan

Expert / Keahlian

2. Wewenang

Personality

3. Reward

Reward

4. Information

Information

5. Connection

Connection

E. GUGATAN DAN KRITIKAN POLA MANAJEMEN KEPEMIMPINAN HMI

Untuk dapat mengusahakan orang lain bekerjasama dengannya, maka pemimpin dapat menggunakan kewibawaan tertentu atau diberikan kewenangan/kekuasaan formal tertentu. Kekuasaan merupakan suatu bagian yang merasuk ke seluruh sendi kehidupan organisasi. Bahkan dikatakan oleh Mc Clelland kekuasaan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Mereka memanipulasi kekuasaan untuk mencapai tujuan dan memperkuat kedudukan mereka. Dalam teori otoritas formil, kewenangan adalah suatu kekuasaan atau hak untuk bertindak, untuk memerintah atau menurut tindakan oleh orang lain[13].

KEKUASAAN DAN WEWENANG

Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting dalam manajemen. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu di dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan.

Kekuasaan amat erat hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini harus dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk memerintah secara sah.

Unsur yang ada di dalam wewenang :

1. Wewenang ditanamkan pada posisi seseorang. Seseorang mempunyai wewenang karena posisi yang diduduki, bukan karena karakteristik pribadinya;

2. Wewenang tersebut diterima oleh bawahan. Individu pada posisi wewenang yang sah melaksanakan wewenang dan dipatuhi bawahan karena dia memiliki hak yang sah; serta

3. Wewenang digunakan secara vertikal. Wewenang mengalir dari atas ke bawah mengikuti hierarkii organisasi.

Konsep lain yang sangat dekat dengan kekuasaan adalah pengaruh. Pengaruh merupakan suatu transaksi sosial di mana seseorang atau sekelompok orang yang lain untuk melakukan kegiatan sesuai dengan harapan orang atau ke!ompok yang mempengaruhi. Dengan demikian kita bisa mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempunyai pengaruh. Pembedaan kekuasaan dengan pengaruh akan lebih memperjelas pemahaman atas konsep ini. Tetapi para penulis juga sering menggunakan konsep pengaruh dengan maksud menjelaskan kekuasaan, begitu sebaliknya.

BASIS KEKUASAAN

Kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber. Bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh dalam suatu organisasi sebagian besar tergantung jenis kekuasaan yang sedang dicari. Kekuasaan dapat berasal dari basis antar pribadi, struktural, dan situasi.

1. Kekuasaan Antar pribadi

John R.P. French dan Bertram Raven mengajukan lima basis kekuasaan antar pribadi sebagai berikut : kekuasaan legitimasi, imbalan, paksaan, ahli, dan panutan.

a) Kekuasaan Legitimasi

Kekuasaan legitimasi adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

b) Kekuasaan Imbalan.

Kekuasaan imbalan didasarkan atas kemampuan seseorang untukmemberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

c) Kekuasaan Paksaan

Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

d) Kekuasaan Ahli

Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki.Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya. Seorang montir mungkin sekali memiliki kekuasaan ahli karena dia mengetahui seluk beluk mesin secara rinci, lebih dari orang lain.

e) Kekuasaan Panutan

Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Derajat kekuasaan panutan ditentukan oleh kekuatan pengaruh karisma terhadap orang lain[14].

Dengan demikian basis kekuasaan antar pribadi dapat dikategorikan menjadi dua macam, organisasi dan pribadi. Kekuasaan legitimasi, imbalan dan paksaan terutama ditentukan oleh organisasi, posisi, kelompok formal atau pola interaksi khusus. Kekuasaan legitimasi seseorang dapat diubah dengan mengalihtugaskan orang yang bersangkutan, merumuskan kembali uraian pekerjaan atau mengurangi kekuasaan orang yang bersangkutan dengan menata kembali organisasi. Di lain pihak, kekuasaan panutan dan kekuasaan ahli sangat bersifat pribadi, tidak tergantung pada posisi dalam organisasi.

Kelima jenis kekuaaan antara pribadi di atas tidaklah berdiri sendiri atau terpisah-pisah. Seseorang dapat menggunakan basis kekuasaan tersebut secara efektif melalui berbagai kombinasi. Mungkin juga penggunaan basis kekuasaan tertentu dapat mempengaruhi jenis kekuasaan yang lain. Misalnya, seorang manajer yang menggunakan kekuasaan paksan untuk menghukum seorang bawahan mungkin akan kehilangan kekuasaan panutannya karena kebanyakan orang tidak menyukai atau tidak mengagumi manajer yang menghukumnya.

Sementara di dalam roda organisasi HMI sendiri terlihat adanya gesekan kontradiktif dengan tawaran teori yang ada. Sehingga eksistensi dan pola manajemen gaya HMI bisa dikatakan kontra produktif.

2.Kekuasaan Struktural dan Situasional

Kekuasaan terutama ditentukan oleh struktur didalam organisasi.Struktur organisasi di pandang sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur organisasi. Dalam tatanan struktur organisasi, kebijaksanan ngambilan keputusan dialokasikan keberbagai posisi. Selain itu struktur membentuk pola komunikasi dan arus informasi. Jadi struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan wewenang formal, dengan menghususkan orang-orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan dan mengambil keputusan tertentu dengan memanfaatkan kekuasaan informal mungkin timbul karena truktur informasi dan komunikasi dalam sistem tersebut .

Posisi formal dalam organisasi amat erat hubungannya dengan kekuasaan dan wewenang yang melekat. Tanggung jawab, wewenag dan berbagai hak-hak yang lain tumbuh dari posisi seseorang. Bentuk lain kekuasaan struktur timbul karena sumber daya, pengambilan keputuan, dan informasi.

Sumber Daya

Seorang ahli mengemukakan bahwa kekuasaan struktur seorang berasal dari : pertama, penggunaan sumber daya, informasi, dan dukungan ; kedua, kemampuan memperoleh kerjasama untuk melakukan pekerjaan yang penting. Kekuasan terjadi jika seseorang mempunyai saluran terbuka atas sumber daya, dana tenaga kerja, teknologi, bahan mentah, pelanggan dan sebagainya.

Dalam organisasi sumber daya vital dialokasikan dibawah sepanjang garis hierarki organisasi. Manejar tingkat atas mempunyai kekuasaan lebih banyak untuk mengalokasikan sumber daya dibandingkan dengan manajer tingkat bawahannya. Manajer tingkat yang lebih rendah memperoleh sumber daya yang diberikan oleh manajer tingkat yang lebih atas. Untuk menjamin pencapaian tujuan manajer tingkat yang lebih atas mengalokasikan sumber daya atas dasar prestasi dan kepatuhan. Jadi, seorang manejer tingkat atas biasanya mempunyai kekuasaan atas manajer yang lebih rendah harus menerima sumber daya dari atas untuk mencapai tujuan.

Hubungan ketergantungan hierarki tersebut terjadi karena keterbatasan sumber daya yang terbatas harus dialokasikan seoptimal mungkin demi pencapaian tujuan. Tanpa kepatuhan yang cukup tujuan dan permintaan top manajer, manajer pada tingkat yang lebih rendah tidak dapat menerima sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Pebagian pekerjaan, misalnya posisi dalm hirarki organiasi, memberikan hak istimewa kepada mnajemen pada tingkat yang lebih tinggi untuk mangalokasikan sumber daya.

3. Kekuasaan Pengambilan Keputusan

Derajat sesorang atau sub unit dapat mempengaruhi pengambilan keputusan akan menentukan kadar kekuasaan. Sesorang atau sub unit yang memiliki kekuasaan dapat mempengaruhi jalannya proses pengembalian keputusan, alternatif apa yang seyogyanya dipilih dan kapan keputusannya diambil.

Kekuasan Informasi

Memiliki akses atau (jangkauan) atas informasi yang relevan dan penting merupakan kekuasan. Gambaran yang benar tentang kekuasan seseorang tidak hanya disediakan oleh posisi orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh penguasan orang yng bersangkutan, tetapi juga oleh penguasan orang yang bersangkutan atas informasi yang relevan. Seseorang akuntan dalam struktur organisasi umumnya tidak memiliki basis kekuasaan antar pribadi khusus yang kuat atau jelas dalam struktur orgnisasi, tetapi mereka memiliki kekuasan karena mereka mengendalikan informasi yang penting.

Selanjutnya situasi organisasi dapat berfungsi sebagai sumber kekuasaan atau ketidak kekuasaan. Manajer yang sangat berkuasa muncul karena ia mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan, mengambil keputusan yang penting, dan memiliki jgkun informsi yang penting. Dialah yang memungkinkan banyak hal yang terjadi dalam organisasi. Sebaliknya, manajer yang tidak mempunyai kekuasan tidak mempunyai sumber daya atau jangkuan informsi atau hak-hak prerogatif dalam pengambilan keputusan yang diperlukan agar produktif[15].

F. SOLUSI MASALAH MEMBANGUN POLA MANAJEMEN EFEKTIF

Dari penjelasan di atas, maka ada beberapa yang menjadi kendala dalam mewujudkan sebuah ide atau tematis pola manajemen efektif yaitu :

  1. Krisis kredebilitas kepemimpinan
  2. Sulit menemukan sosok atau figur pemimpin yang bisa menjadi teladan
  3. Krisis multidimentional turut menjadi penyebab ambruknya sistem kepemimpinan dan berimplikasi pada krisis kepemimpinan kaderisasi
  4. Terdapatnya sebuah konsensus politik dalam sistem kepemimpinan sehingga dalam praktek terjadi multiinterpretasi berdasarkan masing-masing kepentingan
  5. Adanya sikap ambigiu dan cenderung membela kepentingan kekuatan gerbong.
  6. Implementasi yang dalam operasionalnya ditegakkan secara kontradiktif.




Dalam lingkaran strong karakter atau karakter yang kuat pendekatan yang saya gunakan, yakni filosofis. Dalam pendekatan filosofis ini saya memakai konsep Hasta Brata[16] yakni kekuatan karakter pemimpin adalah 8 kekuatan alam yaitu :

  1. Tanah

Dalam filosofis tanah terdapat tiga karakter yang kuat, pertama tak pernah merasa kesal meskipun tak dihargai, kedua jika mendapat sedikit penghargaan maka akan membalas lebih banyak lagi, ketiga jika benar – benar di kasihi, disayangi atau di perhatikan maka akan sangat memberikan reaksi yang besar untuk membalas.

Karakter ini cenderung hilang dari konsep kepemimpinan hari ini, tak ada penghargaan, kepedulian terhadap manusia ( kader ) apalagi lingkungan yang ada di sekelilingnya. Tak ada arahan yang jelas sebagai pola pembinaan kader dalam tubuh organisasi ( meskipun sekedar guyonan ; hai dinda mau buat kegiatan apa ? apa yang bisa dibantu? ), sehingga terkesan ada sedikit jarak antar generasi, hal inilah seringkali membuat pembunuhan karakter dengan memaksakan yang lainnya yang tanpa integritas yang pasti menahkodai kepemimpinan diantara mereka (kader-kader muda).

  1. Air

Sifat air adalah sifat yang bisa berbaur dengan menyeluruh, bisa menyesuaikan dengan ruangnya. Sifat ini pun hilang dalam kepemimpinan seakan siapa yang memiliki pasukan paling banyak dialah yang menjadi penguasa, ada sekat tersendiri di dalamnya berdasarkan kepentingan.

  1. Api

Sifat api adalah bisa membakar. Ini dimaksudkan bahwa kita bisa menggerakkan kader untuk tetap eksis. Tetapi realitas yang ada saat ini malah gerakan yang dilakukan hanyalah bersifat penunjukan eksistensi golongan yang berkepentingan. Bukan kekuatan kolektif yang merupakan jawaban dari perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial.

  1. Udara

Udara merupakan sendi kehidupan. Tapi yang paling penting pada point ini yaitu kemampuan memasuki sendi – sendi lain. Keadaan kepemimpinan saat ini pada dasarnya belum menyentuh hal tersebut. Tidak secara konfrehensif sinergi. Ada lingkaran yang membuat mereka berputar di dalamnya saja.

  1. Matahari

Matahari,energi atau semangat yang tak pernah padam. Sungguh jauh berbeda yang terjadi sekarang, dimana semangat kepemimpinan hanyalah reaksional.

  1. Bulan

Bulan dengan cahaya purnamanya memberikan keindahan atau kengguanan. Mungkin karakter ini sama dengan sebuah kharisma ataupun legitimasi kepemimpinan.

  1. Bintang

Bintang meruakan petunjuk arah. Selayaknya kepemimpinan memiliki suatu sistem arah atau output yang jelas. Seperti yang kita bahas sebelumnya tentang koreksi sistem.

  1. Angkasa

Angkasa adalah ruang tanpa batas. Selayaknya seorang pemimpin memiliki kemampuan yang multitalenta, berintegritas yang tinggi.

Competence

Nilai yang harus kita kedepankan adalah apa yang tertera pada tulisan Ki Hajar Dewantara ; Ing Ngarso Suntulodo, Ing Madya Mangunkarso, Tut Wuri Handayani.

Courage

Nilai yang harus kita kedepankan adalah apa yang tertera pada tafsir independensi HMI.

Value

Nilai yang harus kita kedepankan adalah apa yang tertera pada tafsir tujuan, serta mission HMI.

Visi

Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur.

Wisdom Kepemimpinan

Insan Kamil

KRITERIA SEORANG PEMIMPIN

Siapa orang yang bisa diangkat atau dipilih untuk menjadi pemimpin. Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah kita menentukan kriteria yang akan dipakai untuk memilih pimpinan tersebut. Seorang pemimpin itu haruslah paling sedikit mampu untuk memimpin para bawahan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga mampu untuk menangani hubungan antar pengurus. Mempunyai interaksi antar personel yang baik dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

Sebagai sifat yang berguna bagi pemimpin yang dapat dipertimbangkan adalah :

a) Keinginan Untuk Menerima Tanggung Jawab

Apabila seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya atas apa-apa yang dilakukan bawahanya. Disini pemimpin harus mampu mengatasi bawahanya, mengatasi tekanan kelompok informal, bahkan kalau perlu juga harus serikat buruh.

b) Kemampuan Untuk Bisa”Perceptive”

Perceptive menunjukan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan haruslah mengenai tujuan organisasi sehingga mereka bisa bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Disini ia memerlukan kemampuan untuk untuk memahami bawahan, sehingga ia dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta juga berbagai ambisi yang ada. Di samping itu pemimpin harus juga mempunyai persepsi intropektif ( menilai diri sendiri ) sehingga ia bisa mengetahui kekuatan, kelemahan dan tujuan yang layak baginya. Inilah yang disebut kemampuan “Perceptive”

c) Kemampuan untuk bersikap Objektif

Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive.Apabila perceptivitas menimbulkan kepekaan terhdap fakta, kejadian dan kenyatan-kenyatan yang lain. Objektivitas membantu pemimpin untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.

d) Kemampuan Untuk Menentukan Perioritas

Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempuanyai kemampuan untuk memiliki dan menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataanya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu tetapi seringkali masalah datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya

e) Kemampuan untuk berkomunikasi

Kemamapuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.

PERILAKU PEMIMPIN

Pemimpin yang efektif kelihatannya tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mereka yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku management tidak lagi meneliti tentang apa persayaratan ( kriteria ) seorang pemimpin yang efektif melainkan para ahli ini meneliti tentang hal-hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif.Bagaimana mereka mendelegan tugas,bagaimana mereka mengambil keputusan, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi para bawahan Seorang pemimpin memang harus memiliki Kwalitas tertentu ( Kriteria tertentu ) namun disamping itu ada suatu cara terbaiak untuk memimpin tidak seperti kwalitas pemimpin, maka perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, jadi seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang pemimpin yang efektif harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memlkul tanggung jawab atas aklbat dan resiko yang timbul sebagai konsekwensi daripada keputusan yang diambilnya Tentunya dalam mengambil keputusan.

Seorang pemimpin harus punya pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam dalam proses menyaring satu keputusan yang tepat. Disamping itu, seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan segala tingkah laku dari bawahan sedemikian rupa sehingga segala tingkah laku bawahan sesuai dengan keinginan pimpinan yang bersangkutan. Untuk itu seorang pemimpin setidaknya harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, misalnya kemampuan bisa "perceptive" dan objektif.

Dalam mengarahkan dan memotivasi bawahan agar melakukan pekerjaan dengan sesuai, seorang pemimpin bisa memilih suatu gaya kepemimpinan tertentuapakah gaya autokratis, gaya partisipatif dan bahkan gaya Free Rein yang sesuai dengan situasi dan lingkungan para bawahan. Hanya dengan jalan demikian pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan efisien dan efektif.

B. Saran

Sebagai saran saya sampaikan agar semua kader HMI memiliki strong karakter, bisa berkompetensi, bisa mengoreksi kepemimpinan, dengan value/nilai, untuk bisa mewujudkan visi HMI dengan menciptakan wisdom keorganisasian terlepas dari mana ide yang bisa dijadikan teori untuk dijalankan ataupun dari mana asal sehingga mampu mereaksi secara tematis.


[1] DPP PPAPRI,Jalan Baru Pemuda Indonesia, (Jakarta : Penerbit DPP PPAPRI, 2008) hlm.1

[2] Ignas Kleden,Masyarakat dan Negara Sebuah Persoalan, (Magelang : Penerbit Yayasan INDONESIATERA,2004)hlm.112

[3] A.M. Santo Tukimin, Moehadi Zainal, Administrasi & Organisasi Perjuangan, (Yogyakarta : Penerbit Sinta, 1966), hlm.18

[4] Pedoman Perkaderan & Pedoman Lembaga Pengelola Latihan (LPL) HMI, Jakarta : Penerbit PB HMI, 1986), hlm. 12.

[5] Pedoman Perkaderan HMI, (Jakarta : Penerbit PB HMI, 1977), hlm. 7.

[6] AD/ART Himpunan Mahasiswa Islam.Hasil Kongres Makassar. (Jakarta : Penerbit PB HMI, 2005), hlm. 37.

[7] Ibid.

[8] Agussalim Sitompul. 44 Indikator Kemunduran HMI ; suatu kritik dan koreksi untuk kebangkitan kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947 – 1997 ),( Jakarta , Penerbit : PT Rakasta Samasta,2005 ). Hlm. 19.

[9] Nisrul Irawati, Kepemimpinan Efektif;Kepemimpinan yang Mampu Mengambil Keputusan yang Tepat(Medan, Penerbit ; USU Digital Lybrari, 2004). Hlm. 4.

[10] Ibid.

[11] Bryman, A. Charisma and Leadership in Organization, ( London, Penerbit : Sage, 1992 ), hlm 125.

[12] Burns, J.M., Leadership, ( New York, Penerbit : Harper and Row, 1978 ), hlm. 179, disesuaikan dengan makalah pada pelatihan leadership OKP di Cisarua Bogor.

[13] David Mc Clelland, Kepemimpinan Berdasarkan kecerdasan Emosi, ( USA, Penerbit : California Press, 2004 ), hlm. 178.

[14] Robert J. Thie Rauf, Effective Management Information Systems, ( OHIO, USA, Penerbit : Publishing Co, OHIO, 1984 ) hlm. 215.

[15] Ibid.

[16] Ranuwiharjo, Bayond Leadership, ( Jakarta, Penerbit : Jakarta press, 1997 ), hlm. 47.